Minggu, 04 September 2011

Holiday at Ngarai Sianok Bukittinggi


 Ngarai Sianok

Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam yang terletak di jantung kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh. Ngarai Sianok memiliki pemandangan yang indah.




Jurang ini dalamnya sekitar 100 m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m. Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau - hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) - yang dialiri Sungai Sianok yang airnya jernih. Di jaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, lantaran banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai. 

 






Subhanallah,,, indahnya buatan Yang Maha Kuasa ini. Kita manusia hanya bisa menikmati keindahan itu, tentunya dg menjaga kelestariannya.


Kayak Lukisan yah,,,?

Akan lebih indah dan tersa syahdu bila kamu coba berjalan di lsungai2 nya di bawah sana. Mmhhhhh seru,,,,,,,,, !!

Sabtu, 03 September 2011

Holiday at Lobang Jepang Bukittinggi

Holiday at Lobang Jepang Bukittinggi
Terowongan sepanjang 4 km berliku di perut Kota Wisata Bukittinggi — peninggalan zaman penjajahan Jepang, terbuka untuk kaum pelancong. Petunjuk tentang apa yang ada di dalamnya, sejauh ini baru sebatas catatan di gerbang gua.

ATTENTION…! Untuk kepuasan dan kenyamanan anda, para pengunjung Taman Panorama dan Lobang Jepang, kami menyediakan jasa pemandu yang berlisensi. Begitulah gaya pengumuman di kertas lusuh yang ditempel di dinding tebing, beberapa langkah dari gerbang Lubang Jepang di Ngarai Bukittinggi, Sumatera Barat.

Lalu di bawahnya, ada selembar kertas lagi berisi tulisan: Pengunjung yang terhormat. Nikmatilah keunikan serta keindahan Lobang Jepang ini !!! Mohon jangan melakukan aktivitas yang melanggar aturan serta perbuatan asusila !!! Semua aktivitas anda termonitor pada kamera kami… Terimakasih atas perhatiannya, ttd… Penanggung Jawab.

Di sebelahnya — masih pada dinding yang sama, ada panil denah terowongan di perut Kota Bukittinggi ini. Di situ tertulis petunjuk apa saja yang ada di dalam gua tersebut. Yaitu, ada mini teater, lorong maket geologi dan tatakota, lorong patung akrilik, lorong museum geologi, lorong pameran lukisan dan foto-foto, kafe, lorong duduk & istirahat, mushala wanita, mushala pria, toilet wanita, toilet pria.
Kemudian, begitu lewat mulut gua segera kita menuruni perut bumi. Seluruhnya 132 undakan atau anak tangga, sampailah kita di dasar gua. Atau pada kedalaman 40 meter dari permukaan tanah. Panjang terowongan total 4 km. Dengan satu pintu masuk dari arah Panorama, jika jalan langsung ke arah pintu di ujungnya hanya sekitar sekilo. Ada tiga pintu ke luar di bagian darah Bukit Apik. Tapi cuma dua yang berfungsi. Satu persis di bawah tebing gardu panorama, telanjur ditutupi sampah.
Di dalam gua ada penerangan listrik. Lantainya dilapisi konblok. Dinding serta langit-langit dipoles semen. Menurut Azwarman — Kepala Seksi Sarana Prasarana Kantor Pariwisata Bukittinggi, pemolesan dinding serta langit-langit gua ini dilakukan tahun 1974. Ketika terjadi gempa hebat beberapa waktu lampau, ada bagian terowongan yang retak. Tapi hanya lapisan semen saja. Sedangkan tanahnya tetap utuh. Unik juga konstruksi tanah di bawah Kota Bukittinggi ini. Sebab bagian lain yang merupakan tebing kota ini ada yang runtuh. Longsor parah terjadi di tebing seberang, bagian dari Nagari Kotogadang.




Pengumuman pada panil di gerbang gua, tinggal sebatas catatan di atas kertas, rupanya. Sepanjang lorong yang dilewati, masih berupa lubang asli buatan Jepang. Ada ruang amunisi, yang diberi pintu terali besi. Di bagian kiri kanan dinding menjelang mulut gua untuk keluar, ada mushala masing-masing untuk pria dan wanita. Juga toilet sendiri-sendiri, yang kini masih terkunci. Belum ada air masuk ke sini. “Bak airnya sudah lama dibikin di atas,” kata Azwarman. “Tapi sampai sekarang belum juga disambungkan pipa ke sini”.

Menarik dicatat adalah lokasi yang dituliskan sebagai Ruang Romusha alias pekerja paksa (lihat juga : Tak Ada Kerja Paksa). Tampaknya untuk membuat “Lobang Jepang” sebagai objek wisata, perlu dilengkapi dengan riset yang akurat datanya. Sehingga penyuguhan aneka materi tontonan lain — sebagaimana tercantum pada panil di gerbang, memang memperkaya khazanah pengetahuan publik secara sahih.
Sedikit tambahan, para petinggi Kota Bukittinggi mungkin pernah ke Mesir. Tentu sempat menyaksikan piramida peninggalan zaman Fir’aun tempo dulu. Ini sudah lama dijadikan tontonan khas di waktu malam. Puluhan lampu sorot bermain di padang pasir dihiasi suara, terkenal sebagai sonne et lumiere alias suara dan cahaya.
Juga di Thailand. Ingat, ada film yang dibintangi Alec Guines bernama Bridge on the River Kwai. Jembatan ini dikerjakan tahun 1943 oleh Jepang, dengan mengerahkan tawanan perang yang terdiri dari pasukan Sekutu serta romusha dari Asia. Proyek berdarah ini tulen kerja paksa untuk menghubungkan bagian daerah Thailand dengan Burma. Lokasinya di Provinsi Kanchanaburi, 130 km di barat Kota Bangkok.
Drama sekitar jembatan itu, kini merupakan bahan tontonan malam — menggunakan pola suara dan cahaya pula. Konsep serupa tampaknya bisa diterapkan untuk atraksi khas Lubang Jepang di Bukittinggi.

ak Ada Kerja Paksa
ADALAH Hirotada Honjyo, lahir 1 Januari 1908, di kota kecil Iizuka, Provinsi Fukuoka, Kepulauan Kyushu, Jepang Selatan. Tamatan Fukultas Hukum, Hosei University, Tokyo, penggemar olahraga rugby ini, bekerja di perusahaan tambang batu bara, Asou Koggyo. Ia beroleh pengetahuan dasar tentang pertambangan dan terowongan. Berikut ini penuturannya yang ditulis tanggal 17 April 1997. Ia meninggal dunia tahun 2001.
Honjyo-san harus membuat “lubang perlindungan” di Ngarai Bukittinggi, atas instruksi Panglima Divisi ke-25 Angkatan Darat Bala Tentera Jepang, Letjen Moritake Tanabe. Waktu itu, ia berpangkat Kapten Angkatan Darat, perwira staf keuangan, sebagai jurubayar, untuk merencanakan, membuat dan mengawasi pelaksanaan sebuah “lubang perlindungan”.
Semua berkas mengenai rencana, gambar, spesifikasi dan anggarannya, sudah tidak ada lagi. Semua dibakar sesaat balatentara Jepang kalah, tanggal 15 Agustus 1945, sesuai perintah Panglima Letjen Moritake Tanabe. “Walaupun telah lewat 50 tahun lebih, saya masih ingat menggambarkan dan menyatakan cara pembuatan dan perencanaan pelaksanaan lubang lindungan tersebut,” kata Hojyo-san.
Konstruksinya mulai dikerjakan bulan Maret 1944, dan selesai pada awal Juni 1944. “Hal ini tidak bisa saya lupakan, karena sampai sekarang ada album kenang-kenangan yang saya simpan,” katanya. Pembuatan terowongan  dikerjakan di bawah pimpinan tiga ahli tambang batubara, dikirim dari perusahaan Hokkaido — Tanko Kisen Co. Perusahaan tambang batu bara terkenal di Hokkaido ini selama pendudukan balatentera Jepang, juga mengerjakan tambang batubara Ombilin.

Ketiga ahli terowongan itu adalah (1) Ir. Toshihiko Kubota, sebagai ketua, (2) Ir. Ichizo Kudo (3) Ir. Uhei Koasa. Mereka sudah meninggal. Selain dari orang-orang Jepang, ada juga beberapa orang Indonesia yang bekerja di tambang batubara Ombilin diperbantukan mengerjakan “lubang perlindungan” ini.
Konstruksi lubang perlindungan tersebut dijalankan menurut pembagian peranan keahlian, dengan contoh “sakiyama” membuat tambang batubara yang digali, kemudian diteruskan dengan “atoyama” atau mengambil galian “sakiyama” tersebut. Jadi “atoyama” dikerjakan sesudah pelaksanaan “sakiyama.” Urusan “sakiyama” dikerjakan oleh ahli-ahli bangsa Jepang, kemudian secara “atoyama” dikerjakan orang-orang Indonesia dan buruh-buruh harian.

Mereka yang menggali dan membuat dinding kayu untuk menahan reruntuhan. Lubang dibuat sempit, dapat dilalui seorang dengan membawa alat-alat pengebor, sehingga tidak dapat dikerjakan oleh banyak orang. Tiap hari rata-rata memerlukan tenaga kerja 50 atau 100 orang. Para pekerja ini didatangkan dan disediakan oleh Kantor Kotapraja Bukittinggi, yang terdaftar dan dibayar sebagai buruh harian. Mereka membawa bekal makanan sendiri untuk makan siang.

“Saya adalah seorang perwira staf keuangan, sebagai ahli jurubayar dan selama bertugas tidak menggunakan kekuasaan tentara dan fasilitas lainnya,” kata Honjyo-san. “Kepada saya diperbantukan seorang sersan dari Markas Besar Panglima dan beberapa lori untuk keperluan angkutan kerja”.
Selama tiga bulan bertugas, katanya, tidak ada terjadi insiden atau kecelakaan. Dan selama bertugas tidak menggunakan senjata, baik senjata berupa pedang samurai maupun senjata api lainnya. “Lubang perlindungan Jepang” itu tidak merupakan benteng pertahanan. tapi hanyalah lubang untuk melindungi diri. Supaya terhindar dari serangan bahaya udara.

Instruksi Panglima Divisi ke-25 Angkatan Darat Balatentara Jepang itu menyebutkan lagi: (1) membuat sebuah lubang perlindungan yang bisa menahan getaran letusan bom sekuat 500kg. (2) membuat lubang perlindungan yang dilengkapi dengan ruangan-ruangan untuk keperluan Markas Besar, ruang kantor dan fasilitas-fasilitas lainnya untuk keperluan Divisi ke-25 Angantan Darat.
Konstruksi lubang perlindungan tersebut tidak rahasia dan tidak ada yang perlu dijaga. Untuk bisa menahan getaran letusan bom di atas 500kg, perlu  penggalian sedalam 40-meter dari permukaan bumi atau 20-m dari ujung penggalian jurang tebing. Untuk menguatkan dan kokohnya dinding lubang, dibuat bentuk “torii-gumi” — menyerupai pintu depan lambang agama Shinto. Yaitu bagian bawah lebih besar daripada bagian atas.
 
Lubang perlindungan ini terbagai dua. Satu blok khusus untuk keperluan Markas Besar Divisi ke-25 Angkatan Darat. Satu blok lagi yang lebih aman terhindar dari serangan bahaya udara, dapat melindungi dan menyembunyikan diri. Tiap ruangan dihubungankan dengan jalan udara dari ujung jurang tebing yang agak besar sampai ke ujung yang lebih kecil. Sehingga udara segar bisa leluasa berlalu-lintas di dalamnya.
Kapasitas lubang tersebut direncanakan untuk 500 orang. Ditambah dengan k pegawai kantor bisa mencapai 1000 orang dalam keadaan darurat. Di dalam  lubang perlindungan tersebut tidak ada dapur. Sebab kalau memasak, akan mengurangi zat asam, mengeluarkan asap yang mengusik oksigen. Dengan kata lain, rancangan membuat kafe di dalamnya nanti perlu dipertimbangkan masak-masak.

Ed Zoelverdi
* Lionmag - the inflight magazine of Lion Air, edisi September 2008.

Jumat, 02 September 2011

Holiday at Jam Gadang Bukittinggi

Holiday at Jam Gadang Bukittinggi  


Assalamu'alaikum semua

Kali ini aku mo berbagi kebahgaiaan dan keindahan alam kampung halaman ku Bukittinggi. Pernah denger kan ? Bukittinggi itu ada di Sumatera barat, kota wisata nya Sumbar. Alam nya indaaaaah banget, masih natural. Banyak Wisata alam yg bisa kita kunjungi di sini. Ada apa aja sih di bukittinggi ? check it out.

Jam Gadang adalah landmark kota Bukittinggi dan provinsi Sumatra Barat di Indonesia. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun. Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazin dan Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota).

Siapa yg belom kenal sama Jam Gadang, iya neh Jam Gadang itu adanya di Bukittinggi doank klo di Indonesia. Jam Gadang ini peninggalan sejarah dari Belanda, apa yg aneh pada Jam gadang ? Mmhhh ada yg lucu loh, coba perhatikan deh pada Angka2 jam Gadang itu. Pasti ketemu deh, benerrrr. Angka 4 di Jam Gadang berbeda dengan angka romawi yg kita kenal sekarang, yaitu IIII hihihi bukan IV.





Jam Gadang adalah sebutan bagi sebuah menara jam yang terletak di jantung Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat. Jam Gadang adalah sebutan yang diberikan masyarakat Minangkabau kepada bangunan menara jam itu, karena memang menara itu mempunyai jam yang "gadang", atau "jam yang besar" (jam gadang=jam besar; "gadang" berarti besar dalam bahasa Minangkabau).
Sedemikian fenomenalnya bangunan menara jam bernama Jam Gadang itu pada waktu dibangun, sehingga sejak berdirinya Jam Gadang telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang dijadikan penanda atau markah tanah Kota Bukittinggi dan juga sebagai salah satu ikon provinsi Sumatera Barat.

Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, Controleur (Sekretaris Kota) Bukittinggi pada masa Pemerintahan Hindia Belanda dulu. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun.
Denah dasar (bangunan tapak berikut tangga yang menghadap ke arah Pasar Atas) dari Jam Gadang ini adalah 13x4 meter, sedangkan tingginya 26 meter.
Jam Gadang ini bergerak secara mekanik dan terdiri dari empat buah jam/empat muka jam yang menghadap ke empat arah penjuru mata angin dengan setiap muka jam berdiameter 80 cm.
Menara jam ini telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk pada bagian puncaknya. Pada awalnya puncak menara jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan. Saat masuk menjajah Indonesia, pemerintahan pendudukan Jepang mengubah puncak itu menjadi berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat Minangkabau.


Pembangunan Jam Gadang ini konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Namun hal itu terbayar dengan terkenalnya Jam Gadang ini sebagai markah tanah yang sekaligus menjadi lambang atau ikon Kota Bukittinggi. Jam Gadang juga ditetapkan sebagai titik nol Kota Bukittinggi. Renovasi terakhir adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan Pemerintah Kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, dan diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke 262 pada tanggal 22 Desember 2010.
Ada satu keunikan dari angka-angka Romawi pada muka Jam Gadang ini. Bila penulisan angka Romawi biasanya mencantumkan simbol "IV" untuk melambangkan angka empat romawi, maka Jam Gadang ini bertuliskan angka empat romawi dengan simbol "IIII" (umumnya IV).


Kamis, 01 September 2011

Lebaran Day in My Family


Assalamu'alaikum ^________^



Minal aidin wal Faidzin ya semuaaaaaaa,,,,,,,,,,,,,,, selamat Lebaran, Idul Fitri 1432H. Bagaimana suasana lebaran di daerah Anda ?. Seru dunk, pada umumnya kita akan menyenangi suasana Lebaran di kampung sendiri kan. Begitu juga dengan saya, saya sangat senang Lebaran di daerah saya, masih kental banget aura nya. 







Kebetulan Orang Minangkabau tu kan banyak perantau, jadi lebaran adalah momemnt yang paling tepat untuk pulang kampung, silaturrahmi dengan sanak saudara. saya juga salah satu dari perantau tersebut, hee. Jadi, kalo ga pulang kampung rasanya aneh, sedih dan sepi. Lebaran kan beda2 di setiap daerah. apalagi di Kota besar, sepi amat.




Malam takbiran adalah malam yang sangat menyenangkan, skaligus menyibukkan. di malam itu kita semua sekeluarga berbenah tata letak furniture dalam rumah. pasang ini itu, ganti ini itu, dan bersih ini itu dikit.Suasana sibuk gitu selalu diiringi denga gema takbiran, Mmhhh syahdunya,,,,,,.









Paginya, Alhamdulillah,,,,,,,,,,,, terasa sangat cerah. Hati bahagia dan pengen cepet2 berangkat Sholat Id. tapi ga segampang itu, saya selaku anak perempuan kudu beberes lagi di rumah, nyiapain ketupat sayur, nyiapin kue dan lain-lain. Setelah itu, baru dakh buru2 siap2 mo berangkat, mandi, pakai baju baru hee. Sudah tradisi dalam keluarga saya selalu telat mo ke mesjid, akhirnya dapat barisan belakang dah sholatnya. 

Habis sholat Id, kita salam2an dulu sama jamaah mesid. Nah, baru deh meluncur pulang. Pas nyampe rumah, tidak lupa untuk eksis, poo2an dulu ah. 


Siangnya baru deh rutinitas lebaran di mulai, berkunjung sana sini. Seruuuuuuuuuuuuuuuuuuunya.
Itu cerita ku.

ini para menantu hee,,,,,





 nah, ini aku dan ibu ku.


sedangkan ini adalah sebagian dari keluarga besar ku.